Senin, 10 April 2017

Tugas Softskill - Gangguan Eksibisionistik

Nama   : Ellisa Ariningtyas     
NPM   : 13514510
Kelas   : 3PA11
Gangguan Eksibisionistik dan Terapi Penyembuhan

Gangguan eksibisionistik adalah salah satu gangguan kesehatan mental dimana seseorang menampilkan alat kelaminnya pada orang asing atau orang yang tidak menginginkannya dalam rangka pemuasan kebutuhan seksual. Ketika menunjukkan alat kelaminnya, individu dengan gangguan eksibisionistik berfantasi tentang masturbasi atau melakukan masturbasi, namun tidak disertai usaha melakukan perilaku seksual dengan orang di hadapannya. Gangguan eksibisionistik lebih banyak terjadi pada laki-laki dan korbannya biasanya perempuan, baik anak di bawah umur maupun dewasa, yang sedang lengah. Jika tidak tertangani dengan baik, gangguan eksibisionistik dapat mengganggu kemampuan individu dalam relasi sosial dan relasi intimnya. Oleh karena itu, individu dengan gangguan eksibisionistik perlu mendapatkan bantuan psikologis professional untuk dapat mengelola gangguannya tersebut.

American Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa gangguan eksibisionistik merupakan bagian dari parafilia. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain, terdapat deviasi atau penyimpangan (para) dalam ketertarikan seseorang (filia). Fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang menyimpang harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan distress atau hendaya yang signifikan sebelum dinyatakan sebagai diagnosa gangguan mental. Parafilia juga terkait dengan ketertarikan secara seksual pada individu atau obyek seksual yang tidak tepat atau tidak berdasarkan kesepakatan (non-consentual); serta perilaku seksual yang menyimpang dari norma sosial-budaya yang diakui dalam budaya secara umum.

Kriteria Gangguan eksibisionistik dalam DSM V adalah:
  1. Berulang, intens, dan terjadi selama 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang lain yang tidak dikenalnya yang tidak menduganya
  2. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi menyebabkan orang tersebut sangat menderita atau mengalami masalah interpersonal

Terapi Penyembuhan

Walaupun secara umum, prognosis (prediksi perkembangan gangguan) pada kasus penyimpangan seksual cenderung negatif atau dengan kata lain, sangat sulit untuk mencapai kesembuhan dengan arti kata sama sekali merubah penyimpangan. Namun ada beberapa usaha untuk mencegah kambuhnya perilaku penyimpangan seksual, terutama dalam rangka mencegah timbulnya korban atau penderitaan baik pada individu maupun orang lain. Komponen yang paling utama dibidik dalam program intervensi penyimpangan seksual adalah faktor kognitif. Program tersebut antara lain teknik-teknik kognitif yang bertujuan meluruskan distorsi keyakinan dan mengubah sikap yang tidak benar terhadap perempuan. Berbagai upaya terutama untuk meningkatkan empati mereka terhadap korbannya, manajemen kemarahan, berbagai teknik untuk meningkatkan harga diri dan upaya untuk mengurangi penyalahgunaan zat.
Dalam psikoterapi individual, individu dengan gangguan eksibisionistik diajarkan pendekatan coping dalam mengelola hasrat seksualnya yang mendesaknya untuk menampilkan alat kelaminnya ke orang lain. Dalam psikoterapi, individu diajak memetakan bagaimana emosi, pikiran dan distorsi kognitifnya dapat mengakibatkan dirinya melakukan perilaku seks menyimpang, serta bagaimana cara menghentikan alur proses yang menyimpang tersebut. Dalam psikoterapi individual, individu dengan gangguan eksibisionistik juga dapat diajarkan untuk mematahkan distorsi kognitif yang selama ini mereka gunakan sebagai pembenaran perilaku penyimpangan mereka. Mereka juga dapat diajak untuk belajar keahlian sosial, terutama dalam menjalin relasi sosial dan relasi intim dengan lawan jenis secara sehat. Teknik Rekondisi Orgasmik, juga dapat diperkenalkan. Dimana individu dengan gangguan eksibisionistik diajak untuk menggantikan fantasi seksual eksibisionisme mereka dengan fantasi seksual yang lebih sesuai secara normatif.
Selain itu, terapi kelompok atau dukungan kelompok sosial juga dapat dilakukan. Hal ini dilakukan agar individu dengan gangguan eksibisionistik merasa tidak sendiri dalam menghadapi gangguannya. Mirip dengan langkah-langkah dalam Alcoholic Anonymous (AA), individu dengan eksibisionistik akan didampingi oleh individu yang telah melampaui persoalan terkait dengan gangguan eksibisionistik, harapannya agar mereka bisa bekerjasama untuk membantu individu keluar dari persoalannya.
Terapi psikologis juga dapat dikombinasikan dengan intervensi biologis agar cukup dapat menurunkan tingkat dan frekuensi kambuhnya penyimpangan gangguan eksibisionistik.
  1. Pengobatan dengan hormonal: Obat Antiandrogenic, seperti: medroxyprogesterone dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidak terkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah, tapi hasrat seksual dikurangi secara signifikan. Diberikan per-oral.
  2. Pengobatan dengan neuroleptik, regulasi serotonin digunakan untuk menghambat perilaku seksual.
·         Phenothizine: Memperkecil dorongan seksual dan mengurangi kecemasan. Diberikan secara oral.
·         Fluphenazine enanthate: Preparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan seksual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat.
  1. Pengobatan dengan obat penenang (transquilizer): Diazepam dan Lorazepamberguna untuk mengurangi gejala-gejala kecemasan dan rasa takut yang menyertai gangguan parafilia.
Perlu dipahami bahwa pemberian obat-obatan akan diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi seksual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi tambahan untuk pendekatan psikologis.
Berbagai pendekatan psikoterapi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi, karea pada penderita yang datang biasanya memiliki kecemasan.
Referensi
American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV-Text-Revision. Washington: APA.
American Psychiatric Association (2013). Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder V. Washington: APA.
Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2010). Psikologi Abnormal, edisi 9. Jakarta: Rajawali Pers.