Jumat, 17 Maret 2017

Tugas 1 - Psikoterapi

Nama   : Ellisa Ariningtyas
NPM   : 13514510
Kelas   : 3PA11
Tugas matakuliah Softskill Psikoterapi

Pengertian Psikoterapi
            Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.
            Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan terhadap gangguan dari pernyakit dengan cara yang lebih psikologis daripada fisiologis maupun biologis. Istilah ini mencakup beberapa macam teknik yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk membantu individu yang emosinya terganggu, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang lebih bermanfaat dalam menghadapi orang lain. Terdapat beberapa perbedaan teknik yang digunakan di dalam psikoterapi. Meski demikian, teknik-teknik dalam psikoterapi kebanyakan memiliki ciri yang sama, yaitu adanya komunikasi antara klien (penderita) dengan terapi. Klien didorong untuk dapat mengungkapkan rasa takut, emosi, dan  pengalaman-pengalamannya yang tidak menyenangkan secara bebas tanpa ada rasa takut dan malu dicemooh oleh terapisnya. Di lain pihak, seorang terapis juga harus memiliki simpati dan empati, serta mencoba membantu klien mengembangkan cara efektif untuk menangani masalahnya (Atkinson dkk., 1993).

Aliran Psikoterapi :
1.      Terapi Eksistensial/Humanistik
Dasar dari terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan dan perwujudan dirinya. Dalam terapi ini para tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam terapi Humanistik ini adalah Terapi yang berpusat kepada klien atau Client-Centered Therapy.
Metode dalam terapi humanistik adalah menyediakan situasi atau latar tanpa prasangka atau tidak menghakimi untuk mendistribusikan masalah; memanfaatkan empati dan unconditional regard oleh terapis.
Terapi-terapi humanistik-eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistik-eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang –“di sini dan kini”—dan bukan pada masa lampau. Tetapi, ada juga kesamaan-kesamaan antara terapi-terapi psikodinamik dan terapi-terapi humanistik-eksistensial, yakni kedua-duanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
            Contoh kasus :
            Seorang mahasiswa baru berinisial A.D.I kesulitan menyesuaikan diri sebagai mahasiswa. A.D.I, berusia 19 tahun, mahasiswa tingkat 2, mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi  beberapa semester pertamaternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2.
Seorang teman dari jursan lain N.J memebritahu satu hal dengan tujuan agar A.D.I  bisa mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkifagartidak terancam DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, 
A.D.I memperoleh beberapa nilai C dan nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untukbeberapa mata kuliahnya tersebut.
Kenyataannya ini membuat A.D.I merasa sangat stress, hingga kadang dia merasaingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.Dalam pergaulan dengan teman-temannya A.D.I selalu merasa minder. Ketika kuliah di kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman-temanseangkatannya. Dia selalu merasa dirinya tertinggal, karena menurutnya A.D.I selalu berpikir negatif tentang dirinya.
Akibatnya A.D.I selalu menyendiri dan lebih senang berada menyendiri dan langsung pulang ke rumah jika selesai kuliah daripada bergaul dengan teman-temannya.A.D.I lebih nyaman ketika masih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
Di rumah A.D.I, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya Lelaki). Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di setiap yang dia lakukan. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua anaknya, tetapi A.D.I merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.





2.      Terapi Psikoanalisis
Dasa dari terapi psikoanalisi adalah konsep dari Sigmund Freud dan beberapa pengikutnya. Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui, maka hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis.
Dalam bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar. Terapis dan klien umumnya betemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering (Atkinson dkk., 1993).
            Teknik.
Teknik-teknik dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu:
a.       Asosiasi Bebas
Asosiasi Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran.
Asosiasi Bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Katasis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment. (Corey, 1995).

b.      Penafsiran (Interpretasi)
Merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut.
Cara : dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri.
c.       Analisis Mimpi
Merupakan prosedur atau cara yang penting untuk mengungkapkan alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas area masalah yang tidak terselesaikan.
Cara : selama tidur, pertahanan-pertahanan melemahm sehingga perasaan-perasaan yang direpress akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Ferud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Isi manifes yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebgaiman adanya. Tugas terapis mengungkapkan makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes.
d.      Resistensi
Merupakan sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengungkapkan bahan yang tidak disadari. Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan sari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari.
e.       Transferensi
Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orang tua kepada terapis.
Contoh : seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relatif.
            Contoh kasus :
            Siska 17 tahun, kelas XII merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. Ayahnya adalah seorang nahkoda kapal pesiar ternama di Riau, sedangkan ibunya sudah lama meninggal saat berprofesi menjadi pramugari dan pesawatnya kecelakaan meledak di udara, saat itu usia Siska 3,5 tahun. Siska dirumah hanya tinggal dengan pembantu dan tukang kebun, karena saudaranya sudah berkeluarga dan sekarang memiliki rumah sendiri. Kejadian masa lalu membuat Siska sering bertingkah aneh, Siska tidak pernah mau jika satu kelompok belajar dengan laki2. Dan setiap melihat laki2 dirinya merasakan ingin melemparkan sesuatu ke wajah laki2 tersebut. dan yang membuatnya khawatir adalah pada usia 17 tahun dirinya sama sekali belum tertarik atau simpatik kepada laki2.




3.      Terapi Perilakuan
Terapi perilakuan mencakup sejumlah metode terapi yang berbeda-beda yang kesemuanya itu didasakan kepada teori-teori belajar. Para ahli behaviorist beranggapan bahwa perilaku maladaptif merupakan cara untuk menanggulangi stres yang sudah “terbiasa” pada diri seseorang, sehingga beberapa teknik perilakuan yang dikembangkan dalam percobaan dapat digunakan untuk menggantikan respons maladaptif tersebut dengan respon baru yang lebih tepat. Jika terapis psikoanalis berkaitan dengan pemahaman konflik masa lalu, maka terapi perilakuan lebih memusatkan langsung kepada perilaku itu sendiri (Atkinson dkk., 1993).
            Terapi dengan pendekatan teori behavior adalah teori yang mengaplikasikan konsep belajar dalam bidang psikoterapi. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa teori behavior selaras dengan adat penyakit kejiwaan yang menjadi satu kebiasaan yang didapatkan dari proses pembelajaran. Dari sini maka terapinya adalah dengan mengubah kebiasaan tersebut atau kembali kepada titik awal proses pembelajaran.
           
Contoh kasus :
Jono baru saja beranjak dari SMP menuju SMA. Ia masuk ke SMA yang terkenal sebagai SMA yang dihuni oleh orang-orang kelas atas. Padahal ia berasal dari keluarga yang tergolong menengah kebawah. Awalnya orang tua Jono tidak memperbolehkan Jono masuk kesekolah tersebut karena takut Jono terpengaruh gaya hidup mereka. Namun paksaan Jono yang yang sedemikian rupa membuat orang tuanya luluh juga.
Setelah beberapa lama berada disekolah itu, Jono seperti mengalami diskriminasi karena ia tidak pernah mau untuk ikut bermain dengan teman-temannya saat ia diajak. Sedikit demi sedikit, Ia mulai merasa dikucilkan. Awalnya, ia tidak terpengaruh. Namun lama kelamaan, ia mulai merasa kesepian. Bahkan, teman-temannya senang sekali mengerjai Jono. Perilaku teman-temannya mulai membuat Jono tidak fokus. Prestasi belajar mulai menurun. Ini membuat Jono selalu stress.
Keadaan seperti ini mulai mengubah Jono. Jono yang selama ini selalu rendah hati mulai merasa harus seperti teman-temannya. Akhirnya muncul juga keinginan untuk bermain dengan teman-teman. Ia mencuri uang orang tuanya untuk bisa berpenampilan seperti teman-temannya. Keadaan hidup seperti ini membuat ia tak nyaman. Ia ingin sekali tidak seperti ini, namun itu hanya tinggal keinginan saja. Ketakutan akan dikucilkan membuat ia tetap menjalankan kebiasaan buruk ini.




Daftar Pustaka :
Dwi Riyanti, B.P. dan Hendro Prabowo.(1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma
Taufiq, Muhammad Izzuddin.(2006). Panduan lengkap&praktis psikologi islam. Jakarta: Gema Insani

Semiun, Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius