Nama : Ellisa Ariningtyas
NPM : 13514510
Kelas : 3PA11
Tugas matakuliah
Softskill Psikoterapi
Pengertian
Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu interaksi
sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip
psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran,
dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan
memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang
individu.
Psikoterapi adalah perawatan dan
penyembuhan terhadap gangguan dari pernyakit dengan cara yang lebih psikologis
daripada fisiologis maupun biologis. Istilah ini mencakup beberapa macam teknik
yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk membantu individu yang emosinya
terganggu, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang lebih bermanfaat dalam
menghadapi orang lain. Terdapat beberapa perbedaan teknik yang digunakan di
dalam psikoterapi. Meski demikian, teknik-teknik dalam psikoterapi kebanyakan
memiliki ciri yang sama, yaitu adanya komunikasi antara klien (penderita) dengan terapi.
Klien didorong untuk dapat mengungkapkan rasa takut, emosi, dan pengalaman-pengalamannya yang tidak
menyenangkan secara bebas tanpa ada rasa takut dan malu dicemooh oleh
terapisnya. Di lain pihak, seorang terapis juga harus memiliki simpati dan
empati, serta mencoba membantu klien mengembangkan cara efektif untuk menangani
masalahnya (Atkinson dkk., 1993).
Aliran Psikoterapi :
1.
Terapi Eksistensial/Humanistik
Dasar
dari terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta
memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan dan perwujudan
dirinya. Dalam terapi ini para tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita,
tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan
membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Salah satu pendekatan yang dikenal
dalam terapi Humanistik ini adalah Terapi yang berpusat kepada klien atau Client-Centered Therapy.
Metode
dalam terapi humanistik adalah menyediakan situasi atau latar tanpa prasangka
atau tidak menghakimi untuk mendistribusikan masalah; memanfaatkan empati dan unconditional regard oleh terapis.
Terapi-terapi
humanistik-eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi
humanistik-eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami
pasien pada masa-masa sekarang –“di sini dan kini”—dan bukan pada masa lampau. Tetapi,
ada juga kesamaan-kesamaan antara terapi-terapi psikodinamik dan terapi-terapi humanistik-eksistensial,
yakni kedua-duanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan
pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan
perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas
pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Contoh kasus :
Seorang mahasiswa baru
berinisial A.D.I kesulitan menyesuaikan
diri sebagai
mahasiswa.
A.D.I, berusia 19 tahun, mahasiswa tingkat 2, mengalami ancaman DO. Dari hasil
evaluasi beberapa semester pertama, ternyata
nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus
ke tingkat 2.
Seorang teman dari jursan lain N.J memebritahu satu hal dengan tujuan agar A.D.I bisa mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih
alkifagartidak terancam DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, A.D.I memperoleh beberapa nilai C dan nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untukbeberapa mata kuliahnya tersebut.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, A.D.I memperoleh beberapa nilai C dan nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untukbeberapa mata kuliahnya tersebut.
Kenyataannya
ini membuat A.D.I merasa sangat stress, hingga kadang dia
merasaingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.Dalam pergaulan dengan teman-temannya A.D.I selalu merasa minder. Ketika kuliah di
kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia
jarang bergaul dengan teman-temanseangkatannya. Dia selalu merasa dirinya tertinggal, karena menurutnya A.D.I selalu berpikir negatif tentang
dirinya.
Akibatnya A.D.I selalu menyendiri dan lebih senang
berada menyendiri
dan langsung pulang ke rumah jika selesai kuliah daripada bergaul dengan teman-temannya.A.D.I lebih nyaman ketika masih duduk di bangku SMA, dimana
kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
Di rumah A.D.I, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara
(keduanya Lelaki). Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya,
dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di setiap yang dia lakukan. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan
kemampuan ke dua anaknya, tetapi A.D.I merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala
bidang, di bandingkan dengan dirinya.
2.
Terapi Psikoanalisis
Dasa
dari terapi psikoanalisi adalah konsep dari Sigmund Freud dan beberapa
pengikutnya. Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik
yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Apabila
motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui, maka hal-hal tersebut
dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis.
Dalam
bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar. Terapis
dan klien umumnya betemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai
beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat
dilakukan dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu
sering (Atkinson dkk., 1993).
Teknik.
Teknik-teknik
dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh
pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari
beberapa gejala. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu:
a. Asosiasi
Bebas
Asosiasi Bebas merupakan teknik utama
dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari
pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin
mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran.
Asosiasi Bebas merupakan suatu metode
pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi
yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan
katarsis. Katasis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas
pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama
dalam proses treatment. (Corey, 1995).
b. Penafsiran
(Interpretasi)
Merupakan prosedur dasar di dalam
menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Fungsi
dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru
dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut.
Cara : dengan tindakan-tindakan terapis
untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku
apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan
terapeutik itu sendiri.
c. Analisis
Mimpi
Merupakan prosedur atau cara yang
penting untuk mengungkapkan alam bawah sadar dan memberikan kepada klien
pemahaman atas area masalah yang tidak terselesaikan.
Cara : selama tidur,
pertahanan-pertahanan melemahm sehingga perasaan-perasaan yang direpress akan
muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Ferud memandang bahwa mimpi
merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri
atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari.
Isi manifes yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebgaiman adanya. Tugas
terapis mengungkapkan makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari
simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes.
d. Resistensi
Merupakan sesuatu yang melawan
kelangsungan terapi dan mencegah klien mengungkapkan bahan yang tidak disadari.
Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena
merupakan perwujudan sari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari.
e. Transferensi
Transferensi dalam keadaan normal adalah
pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus
pemindahan emosi dari orang tua kepada terapis.
Contoh : seperti ketika seorang klien menjadi lekat
dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya. Tugas terapis
adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan,
objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relatif.
Contoh kasus :
Siska 17
tahun, kelas XII merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. Ayahnya adalah
seorang nahkoda kapal pesiar ternama di Riau, sedangkan ibunya sudah lama
meninggal saat berprofesi menjadi pramugari dan pesawatnya kecelakaan meledak
di udara, saat itu usia Siska 3,5 tahun. Siska dirumah hanya tinggal dengan
pembantu dan tukang kebun, karena saudaranya sudah berkeluarga dan sekarang
memiliki rumah sendiri. Kejadian masa lalu membuat Siska sering bertingkah
aneh, Siska tidak pernah mau jika satu kelompok belajar dengan laki2. Dan
setiap melihat laki2 dirinya merasakan ingin melemparkan sesuatu ke wajah laki2
tersebut. dan yang membuatnya khawatir adalah pada usia 17 tahun dirinya sama
sekali belum tertarik atau simpatik kepada laki2.
3.
Terapi Perilakuan
Terapi
perilakuan mencakup sejumlah metode terapi yang berbeda-beda yang kesemuanya
itu didasakan kepada teori-teori belajar. Para ahli behaviorist beranggapan bahwa perilaku maladaptif merupakan cara
untuk menanggulangi stres yang sudah “terbiasa” pada diri seseorang, sehingga
beberapa teknik perilakuan yang dikembangkan dalam percobaan dapat digunakan
untuk menggantikan respons maladaptif tersebut dengan respon baru yang lebih
tepat. Jika terapis psikoanalis berkaitan dengan pemahaman konflik masa lalu,
maka terapi perilakuan lebih memusatkan langsung kepada perilaku itu sendiri
(Atkinson dkk., 1993).
Terapi dengan pendekatan teori
behavior adalah teori yang mengaplikasikan konsep belajar dalam bidang
psikoterapi. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa teori behavior selaras
dengan adat penyakit kejiwaan yang menjadi satu kebiasaan yang didapatkan dari
proses pembelajaran. Dari sini maka terapinya adalah dengan mengubah kebiasaan
tersebut atau kembali kepada titik awal proses pembelajaran.
Contoh
kasus :
Jono
baru saja beranjak dari SMP menuju SMA. Ia masuk ke SMA yang terkenal sebagai
SMA yang dihuni oleh orang-orang kelas atas. Padahal ia berasal dari keluarga
yang tergolong menengah kebawah. Awalnya orang tua Jono tidak memperbolehkan
Jono masuk kesekolah tersebut karena takut Jono terpengaruh gaya hidup mereka.
Namun paksaan Jono yang yang sedemikian rupa membuat orang tuanya luluh juga.
Setelah
beberapa lama berada disekolah itu, Jono seperti mengalami diskriminasi karena
ia tidak pernah mau untuk ikut bermain dengan teman-temannya saat ia diajak.
Sedikit demi sedikit, Ia mulai merasa dikucilkan. Awalnya, ia tidak terpengaruh.
Namun lama kelamaan, ia mulai merasa kesepian. Bahkan, teman-temannya senang
sekali mengerjai Jono. Perilaku teman-temannya mulai membuat Jono tidak fokus.
Prestasi belajar mulai menurun. Ini membuat Jono selalu stress.
Keadaan
seperti ini mulai mengubah Jono. Jono yang selama ini selalu rendah hati mulai
merasa harus seperti teman-temannya. Akhirnya muncul juga keinginan untuk
bermain dengan teman-teman. Ia mencuri uang orang tuanya untuk bisa
berpenampilan seperti teman-temannya. Keadaan hidup seperti ini membuat ia tak
nyaman. Ia ingin sekali tidak seperti ini, namun itu hanya tinggal keinginan
saja. Ketakutan akan dikucilkan membuat ia tetap menjalankan kebiasaan buruk
ini.
Daftar Pustaka :
Dwi Riyanti, B.P. dan
Hendro Prabowo.(1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma
Taufiq,
Muhammad Izzuddin.(2006). Panduan lengkap&praktis psikologi islam. Jakarta:
Gema Insani
Semiun,
Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius